LimaTawaran Menarik

De Rose mengajukan formula 100:10:3:1. Untuk bisa memperoleh “hot-deal” properti, kita harus melihat 100 properti, memperlajari lebih lanjut 10 diantaranya, melakukan penawaran terhadap 3 yang terbaik, transaksikan satu saja. Itulah “hot-deal”.

Agak berat juga menerapkan prinsip ini. Ketika kepada mahasiswa saya, di Prodi Manajemen Sekolah Pascasarjana, saya ajukan pola ini dalam rangka proyek mereka dalam mata kuliah Manajemen Investasi dan Resiko. Mereka mengeluh, terlalu banyak. Ada yang hanya bisa mencari 20, banyak bahkan yang kurang. Tentu saja pilihan menjadi tidak optimal. Memilih 10 diantara 100 tentu mudah saja. “ambil yang menarik hati Anda”, begitu saya mengomentari keluhan mereka.

Dalam konteks mencari lahan “hot-deal” untuk proyek properti kami sebagai developer, tetap menganut prinsip “untung waktu membeli”. Beli lahan dengan seminimal mungkin uang.

Proyek pertama kami, masih menggunakan 100 persen uang saya untuk membeli lahan, dan uang Lukman untuk membangunan rumahnya. Meski sampai saat ini baru satu unit uang yang masuk, unit-unit lain sudah dipesan oleh pembelinya. MerekA sudah bayar uang muka. Akad kredit baru bisa dilaksanakan jika bangunan selesai, dan tentu saja segala dokumennya lengkap. Proyek kedua sepenuhnya menggunakan OPM, other people money. Proyeknya memang lebih cepat karena hanya menjual kavling, tidak beserta rumahnya. Proyek ketiga, juga sepenuhnya menggunakan OPM. Tapi agak “mencemaskan juga”. was-was karena argo jalan terus, sejak lahan dibebaskan. Saat ini telor masih belum pecah juga. Bulan keempat hampir lewat.

Pola yang kami cari adalah, gimana caranya agar pembelian lahan tidak menggunakan uang, baik uang oerang lain, dan tentu saja bukan uang kami. Enaknya, juga asyiknya kalo pengadaan lahan itu pake uang pemiliknya. Maksute biaya lahan ditanggung oleh pemiliknya. Ini yang disebut dalam beberapa trik sebagai kerjasama. Bagi kami idealnya lahan dibayar kalo rumah sudah terjual. Bisa saja ada sejumlah uang muka, setidaknya untuk pembayaran fee penghubung.

Ada lima tawaran yang sedang kami pertimbangkan. Pertama lahan seluas 1405m persegi, terletak sangat dekat dengan jalan umum (maksute jalan yang dilalui kendaraan umum). Bentuk lahannya agak menurun, polanya gak beraturan. Ada rumah yang tak terawat di atasnya. Mintanya total 1.9 milyar rupiah, gak mau digoyang lagi. Pembayaran bisa bertahap, uang muka mintanya 25 persen, sisanya ketika rumah terjual. Kami agak keberatan karena bentuk lahannya yang tidak efisien, banyak lahan terbuang. Kami tawar, minta 1.25jt/m2 dengan uang muka 20 persen saja. Belum ada jawaban, karena semua urusan sudah diserahkan kepada pengacaranya berhubung pemilik sudah sangat tua.

Tawaran kedua, proyek terbengkalai karena salah urus, atau memang ada i’tikad kurang baik dari developernya. Sang developer beruntung karena tidak ada perjanjian tertulis, apalagi di depan notaris. Luas lahan totalnnya menurut data di SHM 2770m, dan sudah dikembangkan menjadi kavling-kavling yang sudah memiliki site-plan dan Ijin Mendirikan Bangunan (pada SHM induknya). Luas lahan efektifnya 1760m2. Dua kavling bahkan sudah berdiri bangunan yang belum ada pembelinya. Dibangun dengan memperoleh kredit konstruksi dari bank. Proyek ini macet, karena sudah tidak ada komunikasi antara developer dengan pemiliknya. Padahal semua dana ditanggung pemilik; dan sekarang pemiliknya kecewa; pasrah. Sayangnya komunikasi kepada kami juga gak begitu jelas. Berapa harga yang diminta dan bagaimana jadual pembayarannya belum jelas. Sementara kami sedang mempelajari pemasalahan yang ada; seperti jalan masuk yang pas-pasan. Permasalahan yang mungkin ada dengan pihak lain; serta persoalan kredit konstruksi dari bank. Sementara kami meminta, urusan dengan pihak developer terdahulu jelas dan juga dengan pihak bank.

Tawaran ketiga, perumahan macet juga. Lahan seluas satu hektar dirancang untuk dibangun 60 unit rumah. Sementara 25 unit sudah terjual, masih ada 35 unit belum bisa lanjut karena developer kehabisan dana. Mereka butuh dana segar. Nego dengan pihak lain, sudah deal uang muka 1 milyar rupiah, sisanya dibayar jika rumah laku. Entah kenapa perjanjian tidak berlanjut. Kami ditawari proyek ini. Lokasi bagus, surat-surat ok. Dana, kami belum bisa mengorganisasikan. Butuh sekitar 1,5 milyar saja: satu milyar untuk uang muka, dan 500 juta untuk operasional. Tawaran ini belum kami tindaklanjuti. Belum disurvei dan tentu saja belum bertemu dengan pihak berkepentingan. Masih kami pelajari.

Tawaran keempat, lahan seluas 3 hektar, dengan harga dasar 600 ribu per meter persegi terletak dekat dengan terminal di kota Bogor. Tanpa uang muka, pembayaran kalo rumah sudah terjual. Mantaaaf ini. Yang diperlukan hanya dana untuk penghubung, yang besarnya 2,5 persen dari total. Ini juga sudah diperhitungkan dalam pembayaran lahan. Saya hitung kalo ada dana sekitar 1 milyar saja sudah jalan. Untuk urus surat-surat dan juga untuk operasional konstruksi dan marketing. Perlu segera ditindaklanjuti. Dan organisasikan segala potensi dana yang ada.

Tawaran kelima, lahan 2.4 hektar di Bintaro sektor 7. Sepertinya kami hanya akan diminta saran dan pendapat, tetapi sepertinya juga ditawari untuk mengelola. Dana sudah tersedia untuk keperluan legal dan operasional konstruksi dan pemasaran. Ini menarik karena tanpa penghubung. Pemiliknya punya cukup dana. Saya dijanjikan untuk diberi dokumen-dokumen proyek ini. Semester depan dia nampaknya akan ikut kelas saya Manajemen Investasi dan Risiko di Prodi Manajemen Sekolah Pasacsarjana.

Dilihat dari kemungkinannya, hanya dua yang menarik dan perlu ditindaklanjuti, yaitu tawaran ke-empat dan paling asyik malah tawaran kelima. Mana yang akan terwujud ? Mohon do’a pembaca semua.

Tinggalkan komentar